Minggu, 30 September 2012

Tawuran itu dari rumah bukan dari sekolah

Tawuran pelajar terjadi lagi, sampai memakan korban, komentar bermunculan disetiap media, hampir semua mengatakan 'semoga ini kejadian terakhir', 'ini tdk bisa dibiarkan, dan hrs berhenti disini'. Tapi, belum lama komentar itu disampaikan,tawuran terjadi lagi dan terjadi lagi.... hmm...
Guru, ahli2 pendidikan, psikolog, bahkan ahli gizi mencoba menjawab masalah tawuran ini dari sudut pandangnya masing2, yg mungkin sedikit banyaknya bisa kita pelajari utk mencari solusi yg tepat mengatasi tawuran pelajar ini,baik dlm jangka pendek maupun jangka panjang.

Tawuran adalah istilah lain dari konflik, pertentangan, perkelahian, dan pertengkaran. Penyebab tawuran sangat kompleks, sehingga diperlukan penelitian yang mendalam pada sekolah-sekolah yang sering tawuran. Akan tetapi, tawuran secara sederhana dapat dipetakan pada dua faktor.
Pertama, faktor internal yang meliputi kehidupan rumah tangga dan sekolah tempat pelajar belajar. Faktor internal ini memegang peranan penting dalam pembinaan dan pendidikan anak.
Institusi pertama adalah rumah tangga, yang belakangan ini dengan berbagai kesibukan orang tua, sering abai dan lupa dalam membina dan mendidik serta menanamkan akhlak mulia pada putera-puterinya. Pada hal masa pertumbuhan anak, sangat memerlukan perhatian dan kasih sayang dari kedua orang tuanya dan penanaman nilai-nilai akhlak yang mulia serta keteladanan.
Institusi internal kedua ialah sekolah. Guru memegang peranan yang amat penting. Karena setiap hari merekalah yang berhubungan dan bersentuhan langsung dengan pelajar. Hanya saja banyak guru di berbagai sekolah pemerintah lebih dominan sebagai pegawai, bukan sebagai pendidik.
Kedua, faktor eksternal yaitu lingkungan masyarakat dan media. Harus diakui dunia pendidikan tidak didukung oleh lingkungan masyarakat yang kondusif dan pemberitaan media yang edukatif. Sejatinya harus ada sinergitas antara orang tua, sekolah, dan masyarakat dalam pembinaan dan pendidikan akhlak atau watak pelajar.

Psikolog Universitas Katolik Soegijapranata Semarang Ferdinand Hindiarto menilai maraknya tawuran pelajar akibat pendidikan di sekolah yang tak menanamkan empati pada siswa.
"Kurikulum pendidikan sekarang ini hampir tidak memberi porsi penanaman empati, rasa, dan pengolahan hati di kalangan siswa. Semua cenderung mementingkan aspek akademik," katanya.
 Penanaman empati kepada kalangan siswa sangat dibutuhkan untuk menumbuhkan rasa saling menghormati, saling memahami, dan saling menyayangi, tetapi sayangnya porsinya dalam kurikulum minim.
Kalaupun ada penanaman empati, cenderung diberikan sebatas pengetahuan yang tentu tidak akan efektif, sebab empati berkaitan dengan rasa yang harus ditanamkan, bukan hanya sekadar diajarkan.
 Cara menumbuhkan empati di kalangan siswa banyak sekali, misalnya program live in yang mengharuskan siswa tinggal sementara dan membaur dengan kalangan masyarakat kurang beruntung.
Bisa pula dengan mengajak melihat kehidupan anak jalanan, pengamen, atau menjenguk temannya yang sakit. Di situlah empati akan muncul, merasakan penderitaan orang lain, sulitnya mencari uang. Anak-anak sekarang ini memikul beban yang berat karena pembelajaran sekolah yang terus menggelontor materi-materi akademis, di sisi lain mereka juga sedang mencari bentuk konsep diri.
Padahal, pencarian bentuk konsep diri bagi anak usia remaja bukanlah hal yang gampang, namun memerlukan banyak bimbingan dan panduan, baik dari orang tua, keluarga, dan guru-guru di sekolah.
Remaja butuh berekspresi dan beraktualisasi dalam pencarian konsep diri. Namun, banyak sekolah tidak menyediakan ruang untuk itu. Akhirnya, mereka menyalurkannya lewat tawuran.
Pada saat yang sama, masyarakat dan lingkungan juga tidak mendukung dalam pencarian konsep diri, seperti aksi kekerasan di masyarakat yang disuguhkan sebagai pemandangan sehari-hari bagi kalangan remaja.

Pendapat lain mengatakan,ada dua faktor penyebab terjadinya tawuran antar pelajar yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Yang dimaksud dengan faktor internal di sini adalah faktor yang berlangsung melalui proses internalisasi diri yang keliru oleh remaja dalam menanggapi lingkungan pergaulan di sekitarnya dan semua pengaruh dari luar. Perilaku merupakan reaksi ketidakmampuan dalam melakukan adaptasi terhadap lingkungan sekitar.
Sedangkan faktor eksternal adalah sebagai berikut:
1. faktor keluarga
a. baik buruknya rumah tangga atau berantakan dan tidaknya sebuah rumah tangga.
b. perlindungan lebih yang diberikan orang tua.
c. penolakan orang tua, ada pasangan suami istri yang tidak pernah bisa memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu.
d. pengaruh buruk dari orang tua, tingkah laku kriminal dan tindakan asusila.
2. Faktor lingkungan sekolah
Lingkungan sekolah yang tidak menguntungkan bisa berupa bangunan sekolah yang tidak memenuhi persyaratan, tanpa halaman bermain yang cukup luas, tanpa ruangan olah raga, minimnya fasilitas ruang belajar, jumlah murid di dalam kelas yang terlalu banyak dan padat, ventilasi dan sanitasi yang buruk dan lain sebagainya.
3. faktor lingkungan pergaulan
Lingkungan sekitar yang tidak selalu baik dan menguntungkan bagi pendidikan dan perkembangan remaja.

 Faktor utama adalah dari rumah,faktor keluarga, proses panjang yg dilakukan orang tua dlm mendidik anaknya dlm memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani si anak.Secara jasmani sangat berhubungan dgn asupan nutrisi dan gizi yg diterima si anak.
Pemenuhan nutrisi dan gizi anak sejak dalam kandungan menentukan kehidupan anak itu. Penelitian epidemiologis menunjukkan ada hubungan antara isu kesehatan jangka panjang dan gizi awal anak. Kelebihan atau kekurangan gizi pada masa kanak-kanak bisa mempengaruhi emosi. Juga di saat dewasa bisa mengidap obesitas (kegemukan), diabetes, penyakit jantung, darah tinggi, mudah emosi, dan lain-lain.
"Kalau saat ini remaja banyak yang terlibat tawuran, perlu dilihat kembali nutrisi pada 1.000 hari pertama umur mereka," kata Dr dr Saptawati Bardosono, dosen Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
 Jika nutrisi pada 1.000 hari pertama umur anak tidak terpenuhi, akan terjadi gangguan fungsi otak. Secara kognitif, apa yang dipikirkan, dirasakan, diatur oleh otak. Jika fungsi otak bermasalah, perilaku juga bermasalah: emosional, cepat marah.

Secara rohani,orangtua jg tetap hrs menjalankan tugas yg berat,utk menyeimbangkan perkembangan anak secara baik.
Pengamat anak, Seto Mulyadi, menilai, kekerasan dan tawuran yang dilakukan para pelajar saat ini, dikarenakan penekanan terhadap pendidikan spiritual sudah mulai dilupakan oleh orang tua.
Saat ini orang tua hanya menekankan kepada rangking, ujiannya berapa, tanpa mengajarkan bentuk-bentuk keteladanan.
Padahal, dalam visi pendidikan Indonesia pertama kali yang diterapkan etika, kemudian estetika.  Etika seperti keteladanan yang akan membuat pelajar menjauhi tindakan-tindakan kekerasan.
Untuk estetika contoh berbicara sopan santun, dapat melatih anak untuk menjadi pribadi yang baik.

  Kartini Kartono,yg menekankan pd faktor keluarga (orang tua), menyebutkan bahwa untuk mengatasi tawuran antar pelajar atau kenakalan remaja pada umumnya adalah:
a. banyak mawas diri, melihat kelemahan dan kekurangan sendiri, dan melakukan koreksi terhadap kekeliruan yang sifatnya tidak mendidik dan tidak menuntun
 b. memberi kesempatan kepada remaja untuk beremansipasi dengan cara yang baik dan sehat
c. memberikan bentuk kegiatan dan pendidikan yang relevan dengan kebutuhan remaja zaman sekarang serta kaitannya dengan pengembangan bakat dan potensi remaja.
 Dryfoos, yg menekankan faktor sekolah,menyebutkan untuk mengatasi tawuran pelajar atau kenakalan remaja pada umumnya harus diadakan program yang meliputi unsur-unsur berikut:
a. program harus lebih luas cakupannya daripada hanya sekedar berfokus pada kenakalan
b. program harus memiliki komponen-komponen ganda, karena tidak ada satu pun komponen yang berdiri sendiri sebagai peluru ajaib yang dapat memerangi kenakalan
c. program harus sudah dimulai sejak awal masa perkembangan anak untuk mencegah masalah belajar dan berperilaku
d. sekolah memainkan peranan penting
e. upaya-upaya harus diarahkan pada institusional daripada pada perubahan individual,yang menjadi titik berat adalah meningkatkan kualitas pendidikan bagi anak-anak yang kurang beruntung
f. memberi perhatian kepada individu secara intensif dan merancang program unik bagi setiap anak merupakan faktor yang penting dalam menangani anak-anak yang berisiko tinggi untuk menjadi nakal
g. manfaat yang didapatkan dari suatu program sering kali hilang saat program tersebut dihentikan, oleh karenanya perlu dikembangkan program yang sifatnya berkesinambungan.

 Psikolog dan Dosen Muda Universitas Padjadjaran Bandung Fredrick Dermawan Purba mengatakan, lingkungan berperan penting atas terjadinya tawuran antar pelajar.
Ini disebut faktor peer-pressure, di mana kecenderungan remaja ketika mereka mengadopsi atau mengikuti nilai-nilai atau perilaku dari orang lain karena merasa mendapatkan tekanan untuk melakukan itu agar mengikuti keinginan lingkungan. Baik tekanan itu mereka rasakan atau pikiran. Jadi, mereka terpaksa untuk mengikuti kesamaan di lingkungan mereka, walau sebenarnya tidak ingin memilih hal tersebut.   

Kesimpulan yg dpt ditarik dari permasalahan tawuran yg terus terjadi ini, dibagi kedlm 3 faktor utama,yaitu :
1.Rumah/Keluarga/Orang Tua
Keluarga adalah faktor utama pembentukan karakter anak,yg menjadi sikap dan perilaku anak kelak, yg meliputi pembentukan jasmani dan rohani anak.
pembentukan jasmani yg baik didapat dari asupan nutrisi dan gizi yg baik/seimbang. Dan utk pembentukan rohani dilakukan dgn keteladanan orangtua dlm menanamkan nilai nilai budya,agama,moral dan etika.Sehingga para orang tua hrs cepat menyikapi kondisi ini dgn mengubah sikap dan perilakunya yg merupakan teladan bagi anak2nya.
2.Sekolah/Guru
Guru sedapat mungkin memberikan pendidikan dan pengajaran yg didominasi unsur kognitif menjadi lebih menyenangkan sehingga unsur afeksi dan psikomotorik yg dominan,memperlakukan siswa sbg teman, tata ruang sekolah/kelas yg nyaman dan 'homey' dan guru hrs menjadi teladan.
3.Lingkungan Pergaulan lainnya.
Perbaikan lingkungan sosial spt sarana olah raga dan seni, media TV, organisasi2 pemuda dan keagamaan yg sesuai dgn perkembangan remaja.

*Sumber: berbagai sumber di internet seperti Kompas.com